Sabtu, 25 Februari 2012

LOVE

Love. Love. Love.


Cinta.         

Kisah cinta itu identik dengan cowok-cewek yang saling suka, sayang, mencintai, melindungi, dan berbagi. Tapi, bagi saya, kisah cinta itu tidak cuma terjadi diantara sepasang anak adam dan hawa saja.

Cinta itu... universal.
Cinta itu... kesabaran.
Cinta itu... kasih sayang.
Cinta itu... kepedulian.
Cinta itu... sulit untuk kehilangan.

Sebenarnya tanpa kita sadari atau mungkin udah sadar, sahabat kita itu adalah salah satu orang yang kita cintai, meskipun kita gak bisa mengakuinya dan cuma menganggap kalo kita sayang dan care sama dia.

Tapi sebenarnya mungkin lebih dari itu.

PERINGATAN! POSTINGAN INI SAAAANGAT PANJANG! ^^

Inilah yang mau saya bicarakan. Kisah cinta diantara sepasang sahabat. Entah itu cowok-cowok, cewek-cewek, ato malah cowok-cewek *kalo yg ini saya yakin mereka bakalan nikah deh*

Menurut pandangan saya, cowok kalau diminta mengungkapkan rasa sayang dan cinta pada sahabatnya itu mungkin sangat susah. Kan tidak mungkin, tiba-tiba seorang cowok membawa bunga dan kelihatan sekalli baru habis mandi, mendatangi sahabat cowoknya lalu bersimpuh dan bilang, “You’re my best friend forever. I love you.” Yang ada malah dikira homo =,=”

Yah, saya kan bukan cowok, ya. Jadi, saya tidak banyak mengenai cara mereka menunjukkan kasih sayang kepada satu sama lain ^^

Lain lagi dengan para kaum hawa.

Cewek itu akan dengan sangat mudah untuk menunjukkan segala emosinya kepada sahabatnya—sesama cewek. Cewek itu lebih care pada seseorang, apalagi kalau seseorang itu juga care padanya. Cewek itu akan sangat setia pada sahabatnya, tapi sekali dia merasa dikhianati, mungkin dia akan marah selamanya =,=”

Namun, ada juga beberapa tipe cewek yang TIDAK BISA terlalu menunjukkan rasa cinta dan sayangnya kepada seseorang. Termasuk kepada sahabatnya yang sesama cewek.

Contoh kecilnya, saya. Ini sekalian curhat bermanfaat.

Mungkin ada beberapa readers yang tau siapa sahabat saya. Walaupun saya tidak pernah menunjukkannya, misal dengan berkata seperti ini: ‘TAU GAK? GUE KAN SAHABATAN SAMA DIA!’ Saya rasa tindakan akan lebih berarti dibandingkan dengan cuma omongan di mulut dan tak ada realisasi-nya. Itu percuma.

Saya adalah orang yang introvert, stadium menengah—ke atas. Saya tidak bisa gampang menerima seseorang untuk mengetahui perasaan saya. Saya juga tidak mudah menemukan seseorang yang tepat untuk diajak bicara, meskipun saya akui bahwa saya ini SANGAT MUDAH menceritakan segala hal pada teman-teman saya. Dalam artian, hanya untuk meringankan beban pikiran saja, dan biasanya saya tidak mau melanjutkan pembicaraan dengan detail-detail pribadi.

Saya bisa saja mengatakan bahwa tindakan akan lebih berarti dibandingkan perkataan.

Sayangnya, saya sendiri sangat sulit untuk melakukannya. Sekadar mengirim sms atau menanyakan kabarnya saja menurut saya sudah merupakan ‘tindakan’ dan bentuk perhatian saya kepada dia—sahabat saya ini.

Tapi ternyata itu saja belum cukup.

Dia—sahabat saya ini—mungkin dia merasa saya kurang memperhatikan dirinya. Mungkin dia merasa saya bukan orang yang tepat untuk menyandang gelar sebagai sahabatnya. Mungkin saya tidak bisa membuatnya merasa nyaman berada di sisi saya.

Mungkin karena semua itulah, saat ini, dia—sahabat saya—atau haruskah saya sebut ‘mantan’?—dia sudah terlalu jauh dari saya. Menjauh dari saya. Meninggalkan saya. Mengakhiri semua yang telah kami lewati selama hampir 4 tahun ini.

Dia telah menemukan seseorang yang—mungkin—dia rasa ‘lebih baik’ dari saya. Seseorang yang bisa membuatnya nyaman, senang, ‘bangga’—mungkin, memberinya perhatian lebih, dan bisa mengatasi segala masalahnya.

Mungkin saya memang pendengar yang baik, namun sayang sekali nyatanya saya bukanlah seorang pemberi solusi yang baik. Sekarang baru saya sadar, dalam sebuah hubungan persahabatan diantara dua orang, saling memberi solusi adalah salah satu ‘pupuk’ yang bisa membuat suatu hubungan itu ‘awet’.

Sedangkan apa yang telah saya lakukan selama ini? Seingat saya, DIA yang selalu memberikan jalan keluar pada masalah saya, DIA yang menasehati saya, DIA yang mencarikan solusi untuk persoalan yang saya hadapi. Saya mencoba mengingat, ‘PERNAHKAH—WALAU HANYA SEKALI—SAYA MEMBANTUNYA MENCARI SOLUSI UNTUK MASALAHNYA?’

Saya merasa gagal.
Saya merasa sangat gagal menjadi seorang sahabat yang baik. Saya pikir faktor yang membuat hubungan saya dan dia merenggang bukan hanya itu saja.

Saya rasa ada seseorang—atau beberapa orang—yang tidak menyukai hubungan kami.
Kalau dipikir-pikir, saya sebutkan nama orang itu sekalipun di sini saat ini, itu tidak akan mengubah apa-apa. Tidak ada artinya. Orang itu, secara tidak langsung, mungkin telah membuat dia berpikir bahwa saya orang yang buruk, tidak pantas, mengerikan, menyebalkan, atau apapun itu. Orang itu, secara perlahan-lahan tapi pasti, telah membuat dia meninggalkan saya.

Saya mulai merasakan perubahan pada dia semenjak kelas 8, semester 2.

Kalau saya telepon, dia tidak pernah mengangkat. Alasannya: tidak dengar. Padahal dia selalu membawa ponselnya kemana-mana.

Kalau saya sms, dia tidak pernah membalas. Alasannya: tidak punya pulsa. Padahal dia selalu membalas sms dari teman-temannya yang lain. Apa dia menganggap sms dari saya itu tidak penting?

Kalau saya minta tolong untuk pulang bersama, dia akan bertanya balik, ‘Kok gak naik motor sendiri sih? Emangnya motor kamu kemana? Kenapa gak minta jemput aja sih???’ Padahal dulu malah dia yang mengajak saya pulang bersamanya.

Kami jadi mulai sering bertengkar.

Namun pertengkaran itu selalu selesai dengan sangat mudah. Sejujurnya, saya ingin sekali dia mengetahui penyebab datangnya amarah pada diri saya itu.

Akhirnya, saya memutuskan untuk mengikuti ‘permainan’-nya. Saya juga mulai menjauhinya, menghindarinya. Saya hanya ingin dia sadari bahwa saya menginginkannya kembali. Tapi bukannya sadar, dia malah makin menjadi. Tidak ada kesedihan, penyesalan, kerinduan, dan rasa bersalah di wajahnya ketika menatap saya. Saya tidak mengerti, dia tidak sadar, atau pura-pura tidak sadar?

Saya ingin dia menjawab telepon dari saya.
Saya ingin dia membalas sms dari saya.
Saya ingin dia berjalan berdampingan dengan saya lagi, bukan dengan ‘orang itu’.
Lebih dari itu, saya ingin dia tau bahwa saya menyayanginya.

Wah, topik pembicaraannya jadi melenceng ^^ maaf... tapi, saya merasa harus bertindak. Saya rasa dia juga harus menjelaskan apa alasannya mengacuhkan saya. Saya ingin tau apa kesalahan saya padanya.

Kalaupun persahabatan ini memang harus berakhir, biarkan saya mengetahui keburukan-keburukan saya yang dibencinya. Biarkan saya memperbaiki diri. Dan paling penting, biarkan saya menemukan seseorang yang baru, walaupun itu akan sangat sulit bagi saya.

Terimakasih untuk kesabaran-MU selama ini.
Terimakasih untuk kebersamaan KITA selama ini.
Terimakasih untuk menjauhi-KU.
Terimakasih untuk mengacuhkan-KU.
Terimakasih untuk melupakan-KU.

Congrates for you and your NEW BESTIES :)) Thank you, after all..

Tidak ada komentar:

Posting Komentar