Love. Love. Love.
Cinta.
Kisah cinta itu identik
dengan cowok-cewek yang saling suka, sayang, mencintai, melindungi, dan berbagi.
Tapi, bagi saya, kisah cinta itu tidak cuma terjadi diantara sepasang anak adam
dan hawa saja.
Cinta itu... universal.
Cinta itu... kesabaran.
Cinta itu... kasih sayang.
Cinta itu... kepedulian.
Cinta itu... sulit untuk
kehilangan.
Sebenarnya tanpa kita sadari
atau mungkin udah sadar, sahabat kita itu adalah salah satu orang yang kita
cintai, meskipun kita gak bisa mengakuinya dan cuma menganggap kalo kita sayang
dan care sama dia.
Tapi sebenarnya mungkin lebih
dari itu.
PERINGATAN! POSTINGAN INI SAAAANGAT PANJANG! ^^
Inilah yang mau saya
bicarakan. Kisah cinta diantara sepasang sahabat. Entah itu cowok-cowok,
cewek-cewek, ato malah cowok-cewek *kalo yg ini saya yakin mereka bakalan nikah
deh*
Menurut pandangan saya, cowok
kalau diminta mengungkapkan rasa sayang dan cinta pada sahabatnya itu mungkin sangat
susah. Kan tidak mungkin, tiba-tiba seorang cowok membawa bunga dan kelihatan
sekalli baru habis mandi, mendatangi sahabat cowoknya lalu bersimpuh dan bilang,
“You’re my best friend forever. I love you.” Yang ada malah dikira homo =,=”
Yah, saya kan bukan cowok,
ya. Jadi, saya tidak banyak mengenai cara mereka menunjukkan kasih sayang kepada
satu sama lain ^^
Lain lagi dengan para kaum
hawa.
Cewek itu akan dengan sangat
mudah untuk menunjukkan segala emosinya kepada sahabatnya—sesama cewek. Cewek
itu lebih care pada seseorang, apalagi kalau seseorang itu juga care padanya.
Cewek itu akan sangat setia pada sahabatnya, tapi sekali dia merasa dikhianati,
mungkin dia akan marah selamanya =,=”
Namun, ada juga beberapa tipe
cewek yang TIDAK BISA terlalu menunjukkan rasa cinta dan sayangnya kepada
seseorang. Termasuk kepada sahabatnya yang sesama cewek.
Contoh kecilnya, saya. Ini sekalian
curhat bermanfaat.
Mungkin ada beberapa readers
yang tau siapa sahabat saya. Walaupun saya tidak pernah menunjukkannya, misal dengan
berkata seperti ini: ‘TAU GAK? GUE KAN SAHABATAN SAMA DIA!’ Saya rasa tindakan akan
lebih berarti dibandingkan dengan cuma omongan di mulut dan tak ada
realisasi-nya. Itu percuma.
Saya adalah orang yang
introvert, stadium menengah—ke atas. Saya tidak bisa gampang menerima seseorang
untuk mengetahui perasaan saya. Saya juga tidak mudah menemukan seseorang yang
tepat untuk diajak bicara, meskipun saya akui bahwa saya ini SANGAT MUDAH
menceritakan segala hal pada teman-teman saya. Dalam artian, hanya untuk
meringankan beban pikiran saja, dan biasanya saya tidak mau melanjutkan
pembicaraan dengan detail-detail pribadi.
Saya bisa saja mengatakan
bahwa tindakan akan lebih berarti dibandingkan perkataan.
Sayangnya, saya sendiri
sangat sulit untuk melakukannya. Sekadar mengirim sms atau menanyakan kabarnya
saja menurut saya sudah merupakan ‘tindakan’ dan bentuk perhatian saya kepada
dia—sahabat saya ini.
Tapi ternyata itu saja belum
cukup.
Dia—sahabat saya ini—mungkin
dia merasa saya kurang memperhatikan dirinya. Mungkin dia merasa saya bukan
orang yang tepat untuk menyandang gelar sebagai sahabatnya. Mungkin saya tidak
bisa membuatnya merasa nyaman berada di sisi saya.
Mungkin karena semua itulah,
saat ini, dia—sahabat saya—atau haruskah saya sebut ‘mantan’?—dia sudah terlalu
jauh dari saya. Menjauh dari saya. Meninggalkan saya. Mengakhiri semua yang
telah kami lewati selama hampir 4 tahun ini.
Dia telah menemukan seseorang
yang—mungkin—dia rasa ‘lebih baik’ dari saya. Seseorang yang bisa membuatnya
nyaman, senang, ‘bangga’—mungkin, memberinya perhatian lebih, dan bisa
mengatasi segala masalahnya.
Mungkin saya memang pendengar
yang baik, namun sayang sekali nyatanya saya bukanlah seorang pemberi solusi
yang baik. Sekarang baru saya sadar, dalam sebuah hubungan persahabatan
diantara dua orang, saling memberi solusi adalah salah satu ‘pupuk’ yang bisa
membuat suatu hubungan itu ‘awet’.
Sedangkan apa yang telah saya
lakukan selama ini? Seingat saya, DIA yang selalu memberikan jalan keluar pada
masalah saya, DIA yang menasehati saya, DIA yang mencarikan solusi untuk
persoalan yang saya hadapi. Saya mencoba mengingat, ‘PERNAHKAH—WALAU HANYA
SEKALI—SAYA MEMBANTUNYA MENCARI SOLUSI UNTUK MASALAHNYA?’
Saya merasa gagal.
Saya merasa sangat gagal
menjadi seorang sahabat yang baik. Saya pikir faktor yang membuat hubungan saya
dan dia merenggang bukan hanya itu saja.
Saya rasa ada seseorang—atau
beberapa orang—yang tidak menyukai hubungan kami.
Kalau dipikir-pikir, saya
sebutkan nama orang itu sekalipun di sini saat ini, itu tidak akan mengubah
apa-apa. Tidak ada artinya. Orang itu, secara tidak langsung, mungkin telah
membuat dia berpikir bahwa saya orang yang buruk, tidak pantas, mengerikan,
menyebalkan, atau apapun itu. Orang itu, secara perlahan-lahan tapi pasti,
telah membuat dia meninggalkan saya.
Saya mulai merasakan
perubahan pada dia semenjak kelas 8, semester 2.
Kalau saya telepon, dia tidak
pernah mengangkat. Alasannya: tidak dengar. Padahal dia selalu membawa
ponselnya kemana-mana.
Kalau saya sms, dia tidak
pernah membalas. Alasannya: tidak punya pulsa. Padahal dia selalu membalas sms
dari teman-temannya yang lain. Apa dia menganggap sms dari saya itu tidak
penting?
Kalau saya minta tolong untuk
pulang bersama, dia akan bertanya balik, ‘Kok gak naik motor sendiri sih? Emangnya
motor kamu kemana? Kenapa gak minta jemput aja sih???’ Padahal dulu malah dia
yang mengajak saya pulang bersamanya.
Kami jadi mulai sering
bertengkar.
Namun pertengkaran itu selalu
selesai dengan sangat mudah. Sejujurnya, saya ingin sekali dia mengetahui
penyebab datangnya amarah pada diri saya itu.
Akhirnya, saya memutuskan
untuk mengikuti ‘permainan’-nya. Saya juga mulai menjauhinya, menghindarinya.
Saya hanya ingin dia sadari bahwa saya menginginkannya kembali. Tapi bukannya sadar, dia malah makin menjadi. Tidak ada kesedihan, penyesalan, kerinduan, dan rasa bersalah di wajahnya ketika menatap saya. Saya tidak mengerti, dia tidak sadar, atau pura-pura tidak sadar?
Saya ingin dia menjawab
telepon dari saya.
Saya ingin dia membalas sms
dari saya.
Saya ingin dia berjalan
berdampingan dengan saya lagi, bukan dengan ‘orang itu’.
Lebih dari itu, saya ingin
dia tau bahwa saya menyayanginya.
Wah, topik pembicaraannya
jadi melenceng ^^ maaf... tapi, saya merasa harus bertindak. Saya rasa dia juga
harus menjelaskan apa alasannya mengacuhkan saya. Saya ingin tau apa kesalahan
saya padanya.
Kalaupun persahabatan ini
memang harus berakhir, biarkan saya mengetahui keburukan-keburukan saya yang
dibencinya. Biarkan saya memperbaiki diri. Dan paling penting, biarkan saya
menemukan seseorang yang baru, walaupun itu akan sangat sulit bagi saya.
Terimakasih untuk
kesabaran-MU selama ini.
Terimakasih untuk kebersamaan
KITA selama ini.
Terimakasih untuk
menjauhi-KU.
Terimakasih untuk mengacuhkan-KU.
Terimakasih untuk
melupakan-KU.
Congrates for you and your
NEW BESTIES :)) Thank you, after all..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar