Hello,
hello~!
Kembali
lagi bersama saya~ Masih dalam rangka—yang sudah saya jelaskan di postingan
sebelumnya—kali ini mau menyetorkan fic kedua, heheh
Disarankan
untuk dengerin lagunya juga, biar ngena ^^ Soalnya masih seperti fic yang lalu,
saya cuman mengambil tema dan alur dari lagu tersebut J
Tapi... kali ini 50% imajinasi saya, 50% nya saya ambil dari tema + inspirasi yang muncul waktu denger lagunya ^^
A/N:
Bayangin si ia ini => Kim Myungsoo
/ L ‘Infinite’, oke? ^^ hahah Dan tetep yah, GAK PAKAI NAMA CAST ^^ siap-siap
bingung deh hehe
Let’s
play!
(‘Masih’ the boy’s side yaaa...)
#2: YANG YOSEOB ft. DANIEL CHAE –
FIRST SNOW, FIRST KISS
(I
am) The person who waited until the first snow to fall...
(I
am) The person who believed that luck would come...
Will
it come when this night passes?
Will
love come to me?
(I
am) The person who waited without sleeping this long night...
Ia
menggerutu pelan.
Jari-jarinya
mulai terasa membeku sekarang. Bayangkan saja, di pertengahan musim dingin ini,
ia duduk di bangku taman selama hampir satu jam—hanya dengan berbalut seragam
sekolah ditambah sebuah syal di lehernya—yang sepertinya tidak terlalu
membantunya melawan temperatur yang cukup mematikan ini.
Kepulan
asap keluar dari mulutnya ketika ia menghela napas. Sekali lagi melirik jam
besar yang berdiri di sudut taman itu. Pukul lima lewat lima belas menit. Lebih
dari setengah jam lagi duduk di tempat itu, mungkin ia sudah akan membeku
sampai ke tulang. Mati membeku di taman karena menunggu seorang gadis? Tidak lucu, pikirnya.
Taman
itu sangat sepi. Hanya ada satu-dua orang yang sesekali lewat, tapi tidak
seorangpun yang berhenti untuk duduk di tempat itu seperti dirinya. Udaranya
terlalu dingin.
Ia
menatap kosong ke arah jalan setapak di depannya. Ia masih ingat betul saat
pertama kalinya ia bertemu gadis itu—sepuluh tahun yang lalu—ketika umurnya
masih sekitar lima tahun. Waktu itu menjelang musim dingin—akhir musim gugur,
ia bertemu seorang gadis manis di bangku taman itu. Gadis yang tertawa
mendengar ocehannya disaat teman-temannya yang lain bahkan tidak tersenyum
sedikitpun. Mulai hari itu, mereka selalu bermain bersama. Lalu, ketika
akhirnya ia membuat janji persahabatan dengan gadis itu—tepat saat itu juga—salju
pertama di musim dingin turun di jalan setapak itu.
Ia
tersenyum sendiri ketika mengingat masa kecilnya. Kemudian terkekeh geli saat
teringat kelakuan konyol gadis itu.
‘Ya
ampun, suhu yang dingin ini rupanya sudah membuatmu tidak waras, ya?’
Ia
menoleh kaget. Gadis yang ditunggunya itu telah berdiri di sampingnya—tertawa
mengejek. Gadis itu berjalan lebih dekat ke arahnya, memandanginya tidak
percaya, ‘Tidak kusangka kau benar-benar menunggu sampai jam segini.’
‘Aku
hampir mati kedinginan, tahu?’ omelnya kesal.
‘Maaf...
Jadi, hal penting apa yang mau kaubicarakan di tempat—uh—sedingin ini?’ tanya
gadis itu—mengusap tangannya yang mulai terasa kedinginan.
‘Eh—itu—uh...
Apa kau tidak bisa menebaknya?’ katanya—berdiri pelan.
Gadis
itu mengernyit bingung, ‘Eh—tentu saja tidak.’
Ia
mendesah frustasi, mengacak pelan rambutnya, ‘Astaga... Kau
benar-benar—eh—tidak tahu?’
‘Tidak.
Cepat katakan, bodoh. Kakiku sudah mulai beku,’ bentak gadis itu tidak sabar.
Tangannya terlipat di depan dada. Kakinya disilangkan. Tubuhnya bersandar di
lampu taman.
‘Uhmm...
Jadi, aku memintamu datang kemari karena—uh—aku hanya mau bilang kalau—‘
Ia
menghela napas panjang. Selama lima belas tahun hidup di dunia, baru kali ini ia
merasa begitu gugup—sangat gugup—hanya karena berhadapan dengan seorang gadis.
Lagipula, selama bertahun-tahun mengenal gadis itu, ia tidak pernah merasa
segugup ini. Rasanya terlalu aneh.
‘—sudah
lama aku ingin mengatakan bahwa—‘
Sekali
lagi, ia menghela napas, lalu bersenandung pelan.
‘Hoping
that girl in my dreams will speak of love,
I’m
waiting for the first snow...
On
the street where the first snow falls,
Meeting
eyes with her...
I
flew above the skies holding her in my arms,
You
are my first love...’
‘Kau
bisa menyanyi juga rupanya,’ kata gadis itu pelan—tertawa kecil.
‘Kau
pasti tahu maksudnya,’ jawabnya malu-malu.
Gadis
itu mendongak ke atas, lalu menatapnya sambil mengulurkan tangan kanan, ‘Ayo,
kita pulang. Sepertinya salju akan turun.’
Matanya
mengerjap sekali. Tunggu, gadis itu bahkan belum menjawab pernyataannya, ‘kan?
‘Hei,
kau benar-benar tidak mengerti atau pura-pura?’ tanyanya tidak percaya.
Tangannya menyambut uluran tangan gadis itu. Mereka lalu berjalan beriringan—bergandengan—di
jalan setapak itu. Suatu kebiasaan yang sudah mereka lakukan sejak dulu.
Gadis
itu tertawa pelan—menatapnya geli, ‘Coba lanjutkan lagu itu.’
Ia
tersenyum, mengacak rambut gadis itu pelan—mengeratkan genggaman tangannya.
‘The
person who stole my heart already...
I
think I can give you my all, you are my
first love...
White
like the snow, without me knowing anything...
Love
comes to me,
The
stars in the night sky are even giving us blessings..
If you are here, I sing...
Even
in the cold rain winds and the dark nights come upon us...
My
heart will never change, I promise...’
‘Suaramu bagus,’ komentar gadis itu.
‘Terima
kasih,’ jawabnya. ‘Aku mau dengar lanjutannya sekarang.’
Gadis
itu berhenti berjalan. Menatapnya sebentar, lalu melepaskan tangan yang
digenggam olehnya. Gadis itu berjalan mendahuluinya, kemudian berbalik dengan
ekspresi yang sulit dikatakan. Menolak, eh?
‘Jadi,
menurutmu... Kita lebih baik bersahabat—uh—saja?’ tanyanya takut-takut.
Gadis
itu mendongak lagi—salju mulai turun perlahan. Gadis itu memandangnya lama,
lalu tiba-tiba mulai menyanyikan lanjutan lagu yang ia nyanyikan.
‘Snow
is falling from the sky,
I’m
happy that you’re in my life...
I’m
happy that I can walk down,
This road by your side...
And
I promise you one thing,
That
I’ll love and cherish you forever...’
Ia
tersenyum senang. Tiba-tiba saja ia merasa—eh—hangat? Mengejutkan sekali ia
tidak kedinginan lagi hanya karena mendengar gadis itu menyanyikan sedikit
bagian lagu itu.
‘Kau
mengerjaiku,’ katanya sebal. ‘Kau tahu tapi pura-pura tidak mengerti. Lucu
sekali.’
Gadis
itu tertawa puas, ‘Aku sudah tahu sejak dulu.’
‘Aissh...
Cepat pulang!’ katanya salah tingkah. Ia menggenggam tangan gadis itu lagi.
‘Baiklah,
kita ke rumahku. Akan kubuatkan sup sebagai permintaan maaf.’
Ia
mengacak rambut gadis itu, kemudian mulai menyanyikan bagian terakhir lagu itu.
‘On
the street where they exchange love...
Kissing
her in her lips,
Let’s
spend this night together, together forever...
You
are my first love...’
Gadis
itu menatapnya horror, lalu memukul lengannya keras-keras, ‘Jangan nyanyikan
bagian itu! Dasar bodoh!’
Ia
tertawa keras, tangannya yang menggenggam tangan gadis itu mulai diayunnya.
‘Kau
seperti anak kecil, menggandeng tangan seseorang sambil mengayunnya? Ya
ampun...’
This
song is dedicated to you...
My
first love. My one and only...
You’ll
always be my baby...
DONE!!!
*blushing*
*nose bleeding*
AAAAHHH!!!
Di tengah kegalauan dan kegamangan hati malah bikin fic romance gini?! Ya
allah... =_= Maap banget kalo jelek dan bahasanya agak aneh bin ajaib... *bows*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar